“Buku adalah Jendela Dunia,
kalau tidak suka membaca buku otak
kita akan beku”
Kata
mutiara ini selalu kita dengar dimana – dimana entah di buku bacaan, di
sekolah, di perpustakaan, dll. Ketika kita sekolah pasti memiliki buku wajib
sebagai acuan mata pelajaran tertentu. Buku Pelajaran biasanya berisi standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku
di tempat tinggal kita. Dimulai dengan daftar isi untuk memperjelas bab – bab
yang akan dibahas di buku, tidak lupa dengan memberikan ilustrasi gambar untuk
memperjelas makna materi yang disampaikan serta daftar pustaka sebagai
referensi dan menghindari copycat / plagiat.
Kalau
dipikir – pikir membuat buku pelajaran gampang – gampang susah, apalagi untuk
membuat buku pelajaran di bidang tertentu harus dari ahli studinya? penulis
yang profesionalkah? Atau harus Guru – guru yang menulis buku teks pelajaran?
Berikut ini kami paparkan hasil wawancara dengan Guru mengenai pengalaman
beliau dalam menulis buku pelajaran yang kini sudah banyak menulis di buku
Sejarah, PKN, dan Sosiologi. Wah banyak sekali karya bukunya, apakah beliau
orang yang sangat ahli dan pintar sehingga banyak menulis buku? Mari kita simak
hasil wawancara kami dengan beliau.
Drs.
I Wayan Badrika. Msi, itulah nama penulis yang sudah menerbitkan banyak
bukunya. Sekarang beliau masih aktif mengajar di SMA N 53 Jakarta Timur di
bidang studi SEJARAH. Ketika kami menanyakan apa yang menjadi tertarik untuk
membuat buku teks pelajaran, Pak Wayan malah mengatakan “Awalnya saya tidak
pernah punya niat dan membayangkan untuk bisa menjadi penulis apalagi untuk
buku teks pelajaran”. Wah Bapak Wayan bercanda nih mengatakan tidak pernah niat
membuat buku pelajaran. “Awalnya saya hanya pernah membuat buku diktat yang
sudah disesuaikan kurikulum oleh dosen saya” jelasnya. Buku diktat ini menjadi
pegangan Pak Wayan untuk mempelajari ketika beliau masih kuliah.
Pada
tahun 1986, Pak Wayan menjadi Guru di sekolah negeri bilangan Jakarta. Pada
saat itu, murid – murid di sekolahnya mengharuskan untuk membeli buku pelajaran
di Jatinegara yang terbilang murah tetapi tidak juga ada yang membelinya.
“Makannya saya bingung harga buku sebenarnya hanya Rp 7000,00 ditawar lagi ke
Rp 4000,00 masih bisa kok”imbuhnya. Akhirnya Pak Wayan memutuskan untuk
mengedit diktatnya sesuai dengan kurikulum saat itu sebanyak 50 halaman, lalu
difotocopy dan diperbanyak di rayon Jakarta Timur per anak dikenakan biaya Rp
15.000,00. Pak Wayan tidak menyangka yang tadinya beliau harus memperbanyak
sebanyak 450 jilid menjadi terus bertambah pesanannya menjadi 1800 jilid.
“Kalau pesanannya banyak begini syukur tetapi itu semua masih saya lakukan
sendiri – sendiri belum dibawa ke penerbit. Mau cetak, fotocopy, antarin buku,
mengambil jatah duit semua serba sendiri”.
Setelah
proses 3 tahun lamanya (tahun 1987 - 1989), Pak Wayan membawa buku diktatnya
untuk diterbitkan ke Penerbit Erlangga pada bulan Agustus tahun 1989. Ternyata
Pak Wayan tidak segera dipanggil untuk dicetak dan harus sabar menunggu.
Setahun kemudian pada tahun 1990, Pak Wayan baru mendapatkan panggilan dari
Penerbit Erlangga bahwa bukunya segera dicetak. Dan tahun 1991 barulah bukunya
resmi terbit dan dijual ke pasaran, “Memang dulu proses untuk bisa menerbitkan
buku pelajaran membutuhkan waktu lama, dari proses editornya, penyuntingan
naskah, dll. Itu memang yang saya tidak bayangkan akhirnya bisa menerbitkan
buku pelajaran”curhatnya.
Pak
Wayan mengaku beliau bukan orang pintar dan profesional dalam menulis buku
pelajaran. Tetapi kalau kita banyak baca, mencari sumber – sumber referensi,
dan bisa menyusun kurikulum, membuat buku pelajaran tidak menjadi penghalang
karena berpatokan dengan UU Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. “Jujur daya
tangkap pemahaman saya tidak sebagus orang lain biasanya sekali atau dua kali
langsung paham. Saya sampai 4 – 5 kali baru bisa paham, sekali baca belum
mengerti, kedua kalinya masih belum mengerrti, ketiga kalinya sudah mulai
sedikit mengerti, keempat-kelima kalinya sudah bisa paham materinya”akunya.
Awal
menyusun buku pelajaran dimulai dengan membaca kurikulum yang sudah ditetapkan
pemerintah lalu diuraikan materinya baru kita bisa menulis Bab 1 Bab 2 Bab 3
dan seterusnya. Di dalam bab – bab tidak hanya misalkan Bab 1 habis tetapi
biasanya ditambahin sub bab supaya tidak terlalu pusing membacanya dan gampang
dimengerti. “Lalu ada yang lebih penting juga nih, dalam membuat buku kita
harus memperhatikan kondisi pembaca bukunya”imbuhnya. Kalau sasaran untuk anak
tingkat SD, panjang kalimat tidak boleh lebih dari 20 kata dan memperbanyak
gambar pendukung. Untuk tingkat SMP bahasa juga diusahakan juga tidak terlalu
rumit karena kawasan pengetahuan awal belum terlalu banyak tetapi kata-kata
yang sulit bisa dimasukkan ke dalam Glosarium (arti jkata-kata sulit). Untuk
tingkat SMA materinya dimulai dari kata – kata sederhana lalu ke kompleks guna
untuk meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik. “Dulu saya sempat ingin
menulis buku untuk tingkat anak SD, tetapi saya ragu apakah tulisan saya bisa
dimengerti tidak oleh anak SD? Bahasanya ketinggian tidak? Lalu saya memutuskan
untuk tidak meneruskan karena sebenarnya buku untuk sasaran SD sedikit sulit
hehe”kata Pak Wayan.
“Buku
Pelajaran di bidang eksak jaman sekarang ini minim definisi ya?tanyanya, kalau
kita mencoba tanya segitiga itu apa? Orang – orang juga menjawabnya segitiga
dalam bentuk gambar, lalu kalau kita singgung apa definisi dari segitiga? Pasti
masih kesulitan untuk menjelaskan lebih detailnya. Dahulu, beliau diajarkan
oleh dosen – dosennya selalu menjelaskan dengan menggunakan definisi supaya
pemahaman kita baik apa yang dimaksud dengan objek tadi jadi tidak hanya
sekedar tahu saja.”Dosen saya kalau menjelaskan sesuatu tidak melulu di depan
papan tulis, saat menjelaskan gelombang itu apa? maka beliau mengajak peserta
didik untuk belajar diluar kelas. Kita melihat air di ember apakah terjadi
gelombang? Lalu kita melihat gelombang di pantai apakah terlihat? Baru kita
bisa mengerti definisi gelombang adalah bla bla..”jelasnya. Itu yang bisa
menjadi acuan kita dalam membuat isi materi di buku pelajaran.
Terakhir
jangan lupa untuk mencantumkan daftar pustaka untuk menunjukkan sumber
referensi kita karena pasti tidak semua tulisan kita orisinil. Semua materi
pasti membutuhkan sumber – sumber yang sudah ada untuk memperkaya ilmu
pengetahuan kita. Nah dengan mencantumkan daftar pustaka dan sumber yang
relevan itu berguna tidak terjadi penyalahgunaan yang bisa dianggap plagiat
atau copycat. “Kadang dalam menulis buku kita suka terpengaruh kata orang –
orang bahwa yang kita tulis, pembacanya sudah tahu banyak materinya terus kita
jadi tidak melanjutkan menulis. Jangan seperti itu, terus fokuskan kita menulis
buku pelajaran untuk mereka yang belum punya pengetahuan”imbuhnya. Karena tekad
Pak Wayan dalam menulis buku pelajaran, kini beliau sudah banyak menerbitkan
Buku Sejarah tingkat SMP dan SMA tahun 1997, Buku IPS Terpadu bersama penulis –
penulis lainnya tahun 2005, terakhir Buku Sosiologi tahun 2012, dan sekarang
sedang proses menulis Buku PKN. Untuk usia pakai buku pelajaran, Pak Wayan
menuturkan “Buku pelajaran jika sudah 3 kali pencetakan terjual, maka yang
keempat kalinya kita revisi lagi terus cetak dan terbit, dan 3 kali pencetakan
revisi lagi dan seterusnya sambil mengikuti perkembangan kurikulum terbaru.”
Pak Wayan berpesan pada kita jika ada keinginan untuk menjadi penulis buku
pelajaran tidak harus ahli di bidang studi tidak masalah asalkan kita banyak –
banyak membaca buku dan mencari sumber sudah bisa menulis buku pelajaran.
Inilah
hasil wawancara kami dengan Pak Wayan, Guru Sejarah yang berpengalaman dalam
membuat buku teks pelajaran. Hal ini banyak informasi yang kita simpulkan dalam
menyusun buku teks pelajaran dimulai dari mengumpulkan sumber - sumber bacaan buku, membaca kurikulum untuk
kita uraikan dan menulis materi – materi. Setelah materi selesai ditulis baru
kita susun bagian awal (Cover,
judul, daftar isi, daftar lain), dilanjutkan ke bagian isi materi (bab – bab, sub bab, dan pokok bahasan), dan
terakhir bagian akhir (Lampiran,
Glosarium, Kepustakaan). Bahasa yang digunakan juga kita sesuaikan dengan
kondisi pembaca, sebaiknya memberikan definisi dan penjelasan dengan kata –
kata sederhana ke kompleks. Dan yang paling penting memfokuskan pikiran tujuan
kita menulis buku teks pelajaran untuk mereka yang belum punya pengetahuan.
Sekian~
By : Rizki Ariyanti (1215106061)
Melinawati (1215106072)
Suci Utari (1215106089)
0 komentar:
Posting Komentar